Mengeraskan Bacaan Zikir Setelah Shalat

Posted On // Leave a Comment
🔊Mengeraskan Bacaan Zikir Setelah Shalat

🎙Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

“Menjaharkan zikir setelah shalat fardhu hukumnya sunnah. Dalilnya ialah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma,

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ، بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.ٍ

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

“Mengeraskan suara ketika berzikir setelah orang-orang selesai (salam) dari shalat fardhu ada pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”

Ibnu Abbas berkata, “Aku mengetahui mereka sudah selesai (salam) ketika aku mendengarnya.” (HR. al-Bukhari no. 841 & 842, Muslim no. 583, Ahmad [1/367], dan Abu Dawud no. 1003)

Hadits ini termasuk hadits-hadits dalam kitab ‘Umdatul Ahkam.

Dalam Shahih al-Bukhari (no. 6473) dan Shahih Muslim (no. 593), dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu anhu, beliau berkata,

إِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنَ الصَّلاَةِ: «لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ …

“Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam selesai dari shalat, aku mendengar beliau membaca, Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lahu… dst.”

Tentunya, tidaklah akan terdengar olehnya jika yang membacanya tidak mengeraskannya. 

(Mengeraskan bacaan zikir) ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dan sejumlah ulama generasi salaf dan khalaf. 

Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas dan al-Mughirah radhiallahu anhuma tersebut di atas.

Bacaan yang dikeraskan bersifat umum, mencakup semua zikir yang disyariatkan setelah shalat, baik itu tahlil (bacaan laa ilaaha illallah), tasbih (subhanallah), takbir, maupun tahmid (alhamdulillah). Hal ini berdasarkan keumuman hadits Ibnu Abbas di atas. Tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang membedakan antara tahlil dan zikir yang lainnya. 

Bahkan, hadits Ibnu Abbas menyebutkan bahwa mereka mengetahui selesainya shalat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan (mendengar) takbir. Dengan demikian, terbantahlah pendapat yang mengatakan bahwa bacaan tasbih, tahmid, dan takbir tidak dikeraskan.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/247)

👉🎙☑️ Di sisi lain,dalam masalah ini JUMHUR ULAMA berpendapat bahwa lebih utama tidak menjaharkan bacaan zikir. Mereka berdalil dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَٱذۡكُر رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةً وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam dirimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara.” (al-A’raf: 205)

Demikian juga firman-Nya,

ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ تَضَرُّعًا وَخُفۡيَةًۚ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (al-A’raf: 55)

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendengar para sahabat menjaharkan (mengeraskan) bacaan zikir, beliau berkata,

إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا

“Sesungguhnya yang kalian seru tidaklah tuli dan tidaklah jauh.”

Ada juga ulama yang berpendapat, 
 yang dijaharkan hanya sebagian zikir,bukan semuanya.
 Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata,
 “Ini yang lebih tampak (kebenarannya).”
 (Fathul Bari, 3/235 dan setelahnya)

.............

🎙Semakna dengan ini ialah penjelasan Syaikh al-Albani rahimahullah.
 Beliau mengatakan bahwa pada asalnya zikir-zikir dibaca dengan merendahkan suara,
 sebagaimana nas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, selain yang ada pengecualiannya. 
Apalagi ketika mengeraskan suara akan mengganggu orang yang sedang shalat atau berzikir….

Kemudian beliau menyebutkan hadits,

أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ، فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ—أَوْ قَالَ: فِي الصَّلَاةِ

“Wahai manusia, sungguh setiap kalian menyeru Rabbnya. Janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, janganlah kalian saling mengeraskan dalam hal bacaan (Al-Qur’an)—atau beliau bersabda: dalam hal shalat.” (Shahih Sunan Abi Dawud no. 1203. Lihat kitab ash-Shahihah 7/454—455)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar

sumber:


0 komentar:

Posting Komentar