Hukum Berhias dengan Inai

Posted On // Leave a Comment
Hukum Berhias dengan Inai

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak apa-apa berhias dengan memakai inai, lebih-lebih lagi apabila si wanita telah bersuami berhias untuk suaminya. 

Adapun wanita yang masih gadis, pendapat yang benar bahwa hal ini mubah (dibolehkan) baginya. Hanya saja, dia tidak boleh menampakkannya kepada lelaki yang bukan mahramnya karena hal itu termasuk perhiasan.

Banyak pertanyaan dari para wanita tentang memakai inai pada rambut, dua tangan, atau dua kaki ketika sedang haid. 

Jawabannya, hal ini tidak apa-apa. Sebab, sebagaimana diketahui, apabila inai diletakkan pada bagian tubuh yang ingin dihias akan meninggalkan bekas warna dan warna ini tidaklah menghalangi tersampaikannya air ke kulit, tidak seperti anggapan keliru sebagian orang. 

Apabila si wanita yang memakai inai tersebut membasuhnya pada kali pertama saja, akan hilang inai yang menempel tersebut. Yang tertinggal hanya warnanya saja, maka ini tidak apa-apa.” 

(Majmu’ Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, 4/288)


Inai yang dipakai tidaklah menghalangi sahnya wudhu karena inai tidak memiliki zat/subtansi yang dapat mencegah sampainya air wudhu.
Inai pada akhirnya hanya tinggal warna saja (adapun zatnya dihilangkan setelah inai yang dipakai kering). 

Adapun sesuatu yang dapat mencegah sampainya air wudhu karena ia memiliki zat (seperti cat kuku/kuteks yang catnya tetap menempel di kuku) harus dihilangkan terlebih dahulu dari anggota wudhu agar wudhu yang dilakukan sah. 

(Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin)

0 komentar:

Posting Komentar