TENTANG MENINGGALKAN PUASA RAMADAN TANPA UZUR

Posted On // Leave a Comment
TENTANG MENINGGALKAN PUASA RAMADAN TANPA UZUR

Puasa Ramadan adalah salah satu di antara sekian rukun Islam. Tidak boleh bagi seorang muslim yang balig, berakal, dan mukalaf untuk meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur (alasan yang dibenarkan), seperti safar, sakit, dan lain sebagainya.

Berikut ini kami akan menyajikan di hadapan para pembaca sekalian tentang bagaimana tinjauan syariat tentang orang-orang yang tidak puasa tanpa uzur yang disyariatkan.

 HUKUMNYA

Allah subhanahu wa taala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan kepada kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (Al-Baqarah: 183).

Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُنِىَ الْإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan salat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan puasa Ramadan” (Al-Bukhari, no. 8 dan Muslim, no. 16).

Ayat dan hadis di atas menunjukkan bahwa puasa Ramadan hukumnya wajib dan termasuk salah satu rukun Islam.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

صيام رمضان أحد أركان الإسلام هذه منزلته في دين الإسلام وهو فرض بإجماع المسلمين لدلالة الكتاب والسنة على ذلك

“Puasa Ramadan merupakan salah satu dari rukun-rukun Islam. Inilah kedudukannya di dalam Islam, yaitu wajib sesuai dengan ijmak kaum muslimin berlandaskan dengan al-Qur’an dan sunah”
(Syarh al-Kaba’ir, hlm. 52).

 BAGI YANG MELALAIKAN ATAU MENGINGKARINYA

Al-Imam al-Dzahabi menyebutkan di dalam kitabnya al-Kaba’ir, urutan keenam dari dosa-dosa besar adalah meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur.

Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata,

وأجمع المسلمون على وجوب صومه وأن من أنكره كفر

“Kaum muslimin sepakat atas wajibnya puasa Ramadan. Barang siapa yang mengingkarinya, maka dia kafir” (Al-Mulakhkhash al-Fiqhi, hlm. 178).

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

واختلف العلماء فيما لو تركه تهاونا أو كسلا هل يكفر أم لا؟ والصحيح أنه لا يكفر

“Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, jika dia meninggalkan puasa Ramadan karena melalaikan dan malas-malasan (tetapi tetap meyakini kewajibannya) apakah dia kafir atau tidak? Pendapat yang benar adalah tidak sampai pada tingkatan kafir” (Syarh al-Kaba’ir, hlm. 53).

Meskipun tidak sampai pada tingkatan kafir bagi yang meninggalkannya dengan sengaja tanpa uzur dan masih meyakini kewajibannya, hendaknya setiap hati merasakan takut terhadap azab yang sangat pedih yang Allah subhanahu wa taala persiapkan bagi mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَتَانِي رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِي جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ: اصْعَدْ فَقُلْتُ: إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ: إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ قُلْتُ: مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا: هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ، ثُمَّ انْطُلِقَا بِي فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ: هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

“(Ketika aku sedang tidur) tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku (yaitu malaikat–pen). Keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung yang bergelombang. Keduanya berkata kepadaku, ‘Naiklah!’ Aku menjawab, ‘Aku tidak mampu.’ Keduanya berkata, ‘Kami akan memudahkannya untukmu.’ Aku pun naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras. Aku bertanya, ‘Suara apa itu?’ Mereka menjawab, ‘Itu teriakan penduduk neraka.’ Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung mulut mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, ‘Mereka itu siapa?’ Mereka menjawab, ‘Meraka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya’.”
(Al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dan yang lainnya).

Al-Imam al-Albani rahimahullah mengomentari hadis tersebut,

أقول: هذه عقوبة من صام ثم أفطر عمدا قبل حلول وقت الإفطار فكيف حال من لا يصوم أصلا؟ نسأل الله السلامة والعافية في الدنيا والآخرة

“Saya katakan, inilah hukuman bagi orang yang berpuasa kemudian dia berbuka dengan sengaja sebelum masuk waktu berbuka. Lantas, bagaimana keadaan orang yang sama sekali tidak berpuasa?
Kita memohon kepada Allah keselamatan di dunia dan di akhirat”
(Silsilah al-Shahihah, no. 3.951).

Perhatikanlah hadis ini wahai saudaraku. Alangkah sedih hati ini ketika masih ada yang bermudah-mudahan meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa uzur. Hendaknya mereka takut dan segera bertobat kepada Allah, Zat yang Maha Pengampun. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa, semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'” (al-Zumar: 53).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

“Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba selama rohnya belum sampai di kerongkongan”
(Al-Tirmidzi, no. 3.537; dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Takhrij Misykah al-Mashabih, 2/449).

 KETIKA BERTOBAT APAKAH WAJIB MENGQADA PUASA YANG TELAH DITINGGALKAN?

Seseorang yang telah meninggalkan puasa Ramadan dengan sengaja tanpa uzur sedikit pun, kemudian dia mendapat hidayah, menyadari bahwa tidaklah ada jalan keselamatan di dunia dan di akhirat melainkan harus kembali kepada Allah ‘azza wa jalla, lalu dia bertobat, apakah wajib baginya mengqada puasa yang telah dia tinggalkan walaupun sudah sekian tahun lamanya? Mari kita simak penjelasan berikut.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

إذا تركه بغير تأويل فإن القول الراجح من أقوال أهل العلم أن كل عبادة مؤقتة إذا تعمد الإنسان إخراجها عن وقتها بلا عذر فإنها لا تقبل منه وإنما يكتفي منه بالعمل الصالح وكثرة النوافل والاستغفار ودليل ذلك قول النبي صلى الله عليه وسلم فيما صح عنه: من عمل عمل ليس عليه أمرنا فهو رد (رواه البخاري ومسلم) فكما أن العبادة المؤقتة لا تفعل قبل وقتها فكذلك لا تفعل بعد وقتها. أما إذا كان هناك عذر كالجهل والنسيان فإن النبي صلى الله عليه وسلم قال في النسيان: من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها لا كفارة لها إلا ذلك

“Apabila dia meninggalkan puasa Ramadan dengan sengaja tanpa uzur yang disyariatkan, pendapat yang kuat dari pendapat para ulama, yakni setiap ibadah yang ditentukan waktunya, apabila seseorang menyengaja meninggalkannya tanpa uzur sampai keluar waktunya, ibadah tersebut tidak akan diterima. (Jika dia mengqadanya), yang harus dia lakukan adalah cukup dengan melakukan amal saleh, memperbanyak ibadah sunah, dan istigfar kepada Allah ‘azza wa jalla. Yang menjadi landasan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka tertolak’ (Muttafaq ‘alaih).

Ibadah yang telah ditentukan waktunya tidak boleh dilakukan sebelum masuk waktunya. Demikian pula tidak boleh dikerjakan setelah waktunya selesai. Adapun jika ada uzur seperti tidak mengetahui dan lupa, sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentang orang yang lupa mengerjakan salat, ‘Barang siapa yang tertidur dari salatnya atau lupa, hendaknya dia kerjakan ketika ingat. Tidak ada tebusan baginya kecuali mengerjakannya'” (Syarh al-Kaba’ir, hlm. 53).

Tidak diperintahkan untuk mengqada bagi orang yang meninggalkan ibadah puasa atau salat dengan sengaja tanpa uzur. Hendaknya seseorang tidak menganggap hal ini sebagai keringanan tanpa ada rasa sedih sedikit pun. Bahkan hendaknya dia menyesali atas perbuatan yang telah dia lakukan dan bertekad untuk memperbaikinya dengan memperbanyak amal saleh dan tobat kepada Allah subhanahu wa taala. Kemudian hendaknya dia bersyukur atas hidayah yang Allah berikan kepadanya sebelum ajal menjemputnya. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua.

 Oleh:
Abu Fudhail Abdurrahman bin Umar غفر الرحمن له.

https://www.alfudhail.com/tentang-meninggalkan-puasa-ramadan-tanpa-uzur/

0 komentar:

Posting Komentar