⁉️💥🌖🔥 HUKUM MASTURBASI (ONANI) DI SIANG HARI RAMADHAN
✍🏼 Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
Sungguh saya ingin mengetahui kewajiban apa yang harus ditunaikan bagi orang yang melakukan istimna’ (masturbasi/onani) dengan sengaja di siang hari bulan Ramadhan.
Apakah baginya berlaku sabda Rasulullah yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barang siapa sengaja berbuka, maka tidak diterima darinya puasa sepanjang tahun lamanya, meskipun ia tetap berpuasa.”
🔓 Jawaban:
Pertama: Istimna’ (onani) itu tidak diperbolehkan, tidak di Ramadhan dan tidak pula di selain Ramadhan. Istimna’ itu haram dan mungkar menurut jumhur ‘ulama. Tidak boleh dilakukan karena menyelisihi firman Allah subhanahu wa ta’ala:
والذين هم لفروجهم حافظون إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك هم العادون [المؤمنون:5-7
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka itu tidaklah tercela. Tetapi barang siapa mencari selain dari pada itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (al-Mukminun: 5-7)
Maka istimna’ tanpa mendatangi isteri atau budak yang dimiliki, itu semua adalah perbuatan sia-sia, mungkar, dan permusuhan.
Kedua: Bersamaan dengan keadaannya yang menyelisihi syari’at ini, juga terdapat banyak madharat pada perbuatan tersebut. Para dokter yang mengerti kejahatan ini telah menetapkan bahwa di dalam tindakan tersebut terdapat banyak madharat bagi orang yang melakukannya.
Ketiga: Wajib bagi orang yang melakukan istimna’ di siang hari bulan Ramadhan untuk membayar qadha hari tersebut. Wajib baginya bertaubat kepada Allah dan membayar qadha hari itu, karena dia telah berbuka dengan melakukan istimna’ tersebut yaitu menjadi sehukum dengan orang yang berbuka. Meskipun tidak makan dan minum, tetapi ia telah menjadi sehukum dengan orang yang berbuka dan wajib baginya qadha, mengqadha hari itu dimana ia melakukan istimna’.
Keempat: Adapun hadits:
من أفطر في رمضان لم يكفر عنه صوم الدهر وإن صامه
“Barang siapa berbuka di siang hari Ramadhan, tidak akan terhapus oleh puasa sepanjang tahun lamanya meskipun ia melakukan puasa tersebut.”
Maka itu adalah hadits dhaif (lemah) menurut para ‘ulama. Riwayatnya mudhthorrib (goncang) dan tidak tsabit. Andai pun tsabit, maka maknanya menurut para ‘ulama adalah peringatan dan waspada dari tindakan berbuka dengan tanpa hak. Dan bukan maknanya bahwa ia tidak mengqadha. Tetapi maknanya adalah peringatan dan teguran dari berbuka dengan tanpa hak (alasan yang benar).
Dan yang benar hadits tersebut adalah mudhtharrib dan tidak tsabit. Dan bagi mereka yang berbuka karena melakukan istimna’ atau perbuatan yang lainnya, maka wajib baginya bertaubat kepada Allah, menyesali perbuatannya, dan bersegera membayar qadha. Wajib baginya membayar qadha dibarengi dengan taubat dan istiqamah dan tidak ada kaffarah baginya. Kaffarah itu khusus bagi orang yang melakukan jima’ di siang hari Ramadhan.
Adapun istimna’ di siang Ramadhan, makan atau minum dengan sengaja di siang hari Ramadhan, maka ini mengharuskan qadha baginya serta taubat, rujuk kembali kepada Allah, dan berinabah kepada-Nya dan tidak mengharuskannya membayar kaffarah. Maka ketahuilah wahai saudaraku dan waspadalah. Wahai saudara-saudaraku seagama ………
📚 Sumber || http://www.binbaz.org.sa/noor/10995
🌏 Kunjungi || http://forumsalafy.net/hukum-masturbasi-onani-di-siang-hari-ramadhan/
⚪ WhatsApp Salafy Indonesia
⏩ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
💎💎💎💎💎💎💎💎💎
⁉🌅⚠💥 HUKUM ONANI DI BULAN RAMADHAN
✍🏻 Asy-Syaikh Shalih Fauzan bin Abdillah al-Fauzan hafizhahullah
📬 Pertanyaan:
ما حكم من عمل العادة السرية في نهار رمضان، وماذا عليه إذا كان مر على ذلك أكثر من رمضان وهو لم يقضه إلى الآن؟
Apa hukum seseorang yang melakukan onani di siang hari bulan Ramadhan?
Dan apa yang harus dia lakukan jika ternyata dia sudah sering sekali melakukannya pada bulan Ramadhan dan sampai saat ini dia belum mengqodhonya?
🔓 Jawaban:
إذا كان يعمل العادة السرية، هذا حرام في رمضان وغيره
Jika dia melakukan onani, maka ini perbuatan haram baik di bulan Ramadhan ataupun selain Ramadhan.
إذا كان حصل معه الإنزال يبطل صيامه، يبطل صيامه، لأنه استخرج شهوته بالعادة السرية، فيبطل صيامه، ويأثم فعليه المبادرة في التوبة، وعليه القضاء
Jika onani tersebut sampai mengeluarkan mani, maka puasanya batal. Karena dia telah mengeluarkan syahwatnya dengan cara onani, maka ini membatalkan puasa sekaligus dia mendapatkan dosa. Maka wajib baginya untuk segera bertaubat dan juga dia harus mengqodho puasanya.
وعليه أن يطعم عن كل يوم مسكينا عن التأخير كما سبق.
Adapun qodho yang dia akhirkan, maka dia harus memberi makan pada setiap harinya satu orang miskin.
📚 Sumber || http://www.alfawzan.af.org.sa/node/7414
🌏 Kunjungi || http://forumsalafy.net/?p=11710
⚪ WhatsApp Salafy Indonesia
⏩ Channel Telegram || http://telegram.me/ForumSalafy
💎💎💎💎💎💎💎💎💎
.:
🚇 Hukum Menyengaja untuk Ejakulasi (Memancarkan Air Mani) dengan cara Masturbasi (Onani), Mencium, Memeluk, atau sejenisnya. Apakah ini membatalkan puasa?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini:
1. Pendapat empat Imam Mazhab yang disebutkan oleh penulis (as-Sa'di) bahwa hal itu haram dan membatalkan puasa.
Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, al-Lajnah ad-Daaimah (yang diketuai oleh Ibnu Baz), dan Asy-Syaikh al-Utsaimin. Dalilnya adalah penyamaan dengan jima' (senggama) secara qiyas (analogi) berdasarkan hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah ﷺ bahwa Allah Subhanahu wata'ala telah menyatakan tentang orang yang berpuasa :
يدعُ طَعامَهُ، وَشَرابَهُ، وشَهْوتَهُ، مِنْ أَجْلي
"Ia meninggalkan makan, minum dan syhwatnya karena Aku". (Muttafaq 'alaih)
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang sedang berpuasa berkewajiban meninggalkan makan, minum, dan syahwat yang merupakan Pembatal-pembatal puasa.
Keluarnya air mani disertai rasa nikmat pada saat orgasme (puncak kenikmatan syahwat) termasuk dalam kategori ejakulasi karena syahwat, meskipun dengan selain jima'.
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa ejakulasi disertai rasa nikmat secara mutlak diistilahkan dengan kata syahwat adalah hadits Abu Dzar Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًاِ
"Pada kemaluan setiap orang di antara kalian terdapat sedekah. Mereka bertanya, wahai Rasulullah, benarkah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya bersama dengan itu ia mendapatkan pahala karenanya? Rasulullah ﷺ menjawab, ''sampaikan kepadaku, jika ia menyalurkan ke sesuatu yang haram, apakah ia terkena dosa karenanya? Demikian pula jika ia menyalurkannya ke sesuatu yang halal, tentunya ia mendapatkan pahala." (HR. Muslim)
Rasulullah ﷺ menamakan ejakulasi disertai rasa nikmat yang disalurkan ke sesuatu yang halal dan ke sesuatu yang haram sebagai syahwat.
2. Pendapat Ibnu Hazm bahwa hal itu tidak membatalkan puasa.
Pendapat ini dipilih oleh ash-Shan'ani dan al-Albani. Alasannya, tidak ada dalil yang menunjukkan batalnya puasa dengan sebab itu. Adapun dalil qiyas yang disebutkan tidak bisa di terima karena terdapat perbedaan antara keduanya. Perbedaannya adalah karena jima' (senggama) tanpa disertai ejakulasi tetap membatalkan puasa. Artinya, illat (sebab) batalnya puasa adalah jima' itu sendiri, bukan ejakulasi.
Selain itu, mereka yang menggunakan qiyas tersebut tetap mengakui tidak ada kewajiban kafarat (tebusan) bagi pelaku ejakulasi dengan cara tersebut ketika berpuasa. Berbeda halnya dengan pelaku jima' ketika berpuasa lebih besar urusannya.
Inilah perbedaan pendapat di kalangan ulama beserta dalil masing-masing pendapat itu. Tampaknya, pendapat pertama lebih kuat. Ejakulasi saat orgasme (puncak kenikmatan syahwat) adalah pelampiasan syahwat yang terlarang saat berpuasa dan membatalkan puasa, dengan cara apapun seseorang mencapainya.
Sangat sulit dibenarkan bahwa halal-halal saja bagi orang yang berpuasa untuk melampiaskan syahwatnya dengan ejakulasi selain jima', padahal itu jelas-jelas merupakan pemuasan syahwat yang semakna dengan ejakulasi yang dicapai dengan jima', meskipun memang benar bahwa jima' itu sendiri tidak bisa disamakan dalam hal hukum membayar kafarat.
Wallahu 'alam
(lihat pembahasannya pada kitab al-Muhalla no. 753, Majmu al Fatawa 25/224, Subulus Salam hadits Aisyah tentang mencium istri, Asy-Syarh al-Mumti 6/386-388, Fatawa al-Lajnah 10/259-260 dan Tamamul Minnah hlm. 418-419)
📚 Referensi :
Fiqih Puasa Lengkap Pensyarah Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini Hafizhahullah (Hal. 153-154)
@salafy_sorongraya
••••
📶 https://bit.ly/ForumBerbagiFaidah [FBF]
🌍 www.alfawaaid.net |
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
0 komentar:
Posting Komentar