Hukum menjual barang yang belum menjadi miliknya secara sempurna

Posted On // Leave a Comment

T I C  👉 https://is.gd/TIConline 🌎:
Pertanyaan dari al-akh Syarif Thalib:

❓Bismillah, afwan ustd ana mau tanya, apa hukum bermuamalah dengan cara seperti ini : si A ingin membeli barang dengan cara kredit melalui si B. Sedangkan si B bukanlah penjual  yg memiliki barang dagangan.  Si B hanya mengantarkan si A ke toko, dan si B Menaikan harga dari harga beli, dan menjual kembali kepada si A,  Tidak ada bunga jika si A telat pembayaran dalam akad yg sudah di sepakati. Bagai mana hukumnya ustd. Jazakallah kheir.

👉 Dijawab oleh al-Ustadz Syafi'i al-'Aydarus hafizhahullah:

✏Jawaban:

Bismillah..

📦 Permasalahan ini terkait dengan syarat jual beli yaitu at-tamlik (kepemilikan).Si B menjual barang yang belum menjadi miliknya secara sempurna. Permasalahan ini dikenal dalam syari'at dengan istilah "bai' maa laisa 'indah". Hukumnya adalah haram.

❕Perhatikan hadits berikut:

💎 Dari Hakim bin  Hizam radhiyallahu 'anhu, dia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

يا رسول الله، يأتيني الرجل فيسألني البيع ليس عندي، أبيعه منه ثم أبتاعه له من السوق. قال؛ لا تبع ما ليس عندك.

"Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku, memintaku agar aku menjual kepadanya (barang) yang aku belum memilikinya, (dengan cara) aku membelikannya kemudian aku menjualnya kepadanya dari pasar. Beliau bersabda: "Jangan kamu menjual barang yang belum ada padamu".

📝 Dikeluarkan oleh Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam "Irwa'ul Ghalil".

Gambaran hadits ini sangat mirip dengan apa yang ditanyakan.

❓Kenapa hal ini diharamkan? Bukankah si B telah membelinya, itu berarti sdh menjadi miliknya?

Jawabnya:

🍋 Barang tersebut belum sepenuhnya menjadi milik si B meskipun telah terbeli secara lunas, karena belum dipindahkan dari toko/showroom/dealer tempat dia membeli. Artinya barang trsebut belum berada dalam penguasaan si B secara sempurna.

🔎Berkata asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah:

لا يجوز للمسلم أن يبيع سلعة بنقد أو نسيئة إلا إذا كان مالكا لها وقد قبضها ؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم لحكيم بن حزام : (لا تبع ما ليس عندك)

"Tidak boleh bagi seorang mukmin untuk menjual barang-baik dengan cara tunai maupun cicilan-kecuali setelah memilikinya dan telah berada ditangannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Jangan kamu menjual barang yang belum ada padamu".

Majmu' Fatawa Bin Baz: 19/64

🔭Lebih jelasnya, perhatikan hadits berikut ini:

🎓 Dari Thawus, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى أن يبيع الرجل طعاما حتى يستوفيه

❌"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seseorang menjual makanan hingga menguasainya secara sempurna".

❓Thawus berkata kepada Ibnu Abbas: "Kenapa bisa begitu?". Ibnu Abbas menjawab:

ذاك دراهم بدراهم والطعام مرجا

👉"Yang demikian itu karena pada hakekatnya adalah membeli dirham dengan dirham, sedangkan makanannya diakhirkan (yakni belum ada)".

📝 Dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim.

📔 Di dalam hadits ini dijelaskan tentang hakekat transaksi tersebut. Ibnu Abbas menggambarkan bahwa disaat pembeli pertama menjual makanan sebelum memegangnya, dalam artian makanan tersebut masih ditangan penjual pertama, belum dipindahkan dari rumah/tempatnya, maka pada hakekatnya dia menjual dirham dengan mendapatkan dirham yang lain.

⚠ Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambaran berikut ini:

🍰 Seseorang membeli makanan dengan harga 10 ribu rupiah misalnya, kemudian dia bayarkan uang tersebut kepada penjual. Dipersiapkanlah makanan tersebut oleh penjual untuk pembeli tadi. Dalam keadaan demikian, si pembeli tadi menjual makanan yg belum dia terima ke pembeli yang lain dengan harga 12rb rupiah dan dia telah mendapatkan uang tsb, padahal makanan belum dipindahkan dari penjual pertama.

✅ Dan yang perlu diketahui bahwa larangan tersebut tidak hanya berlaku pada makanan saja, bahkan berlaku pada seluruh jual beli. Karenanya Ibnu Abbas mengatakan:

لا أحسب كل شيء الا مثله

"Saya tidak mengira segala sesuatu (dari barang yg diperjual belikan) melainkan (hukumnya) seperti itu".
Dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim.

🔁 Adapun dalil yang menunjukkan untuk dipindahkan dari tempat penjualnya, ada banyak hadits yang menyebutkan hal tersebut, diantaranya:

💫Hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

وكنا نشتري الطعام من الركبان جزافا فنهانا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نبيعه حتى ننقله من مكانه

"Kami dahulu membeli makanan dari kafilah dagang secara borongan, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kami menjual barang tersebut hingga dipindahkan dari tempatnya".

Dikeluarkan oleh Muslim.

👍Juga hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن تباع السلع حيث تبتاع حتى يحوزها التجار الى رحالهم

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menjual barang di tempat barang tersebut dibeli hingga para pedagang menempatkan barang tersebut di kendaraan-kendaraan mereka".

Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim.

💺asy-Syaikh Bin Baz mengatakan:" Dan hadits-hadits yang semakna dgn ini banyak".

🍎Dengan penjelasan ini kita bisa simpulkan bahwa apa yg dilakukan oleh si B adalah menjual sesuatu yg belum dimilikinya secara sempurna dan belum dipindahkan.

⚠ Kita katakan belum sempurna dia miliki karena belum selesai surat kendaraan tersebut. Dia menjualnya ke si A dalam keadaan langsung diatasnamakan si A.

👍Lebih jelasnya perhatikan gambaran berikut ini:

🚲Si A ingin punya kendaraan, dalam hal ini misalnya motor, akan tetapi dia tdk punya uang untuk beli kontan.

Si B ingin membantu si A karena dia punya uang, akan tetapi dia tidak punya barang.

Diajaklah si A oleh si B ke tempat si C yang punya barang. Setelah bertemu si C dan si A telah menentukan barang yg hendak dia beli, dibayarlah barang tersebut oleh si B, katakanlah 10 juta, dan langsung diterima oleh si C.

💰Selanjutnya si A berhubungan dengan si B sebagai orang yang berhutang dengan nominal lebih tinggi dari harga barang tsb, katakanlah 12 juta.

🔋Nah, dari gambaran tersebut sangat jelas bukan bahwa pada hakekatnya si B meminjami 10 juta secara tunai dengan dikembalikan 12 juta secara kredit?

👎Itulah hakekatnya riba. Wallahu a'lam.

Di kutip dari:
🍋 WA Thuwailibul Ilmisy Syar'i (TwIS)

🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
__________________________

0 komentar:

Posting Komentar