Sekelumit Tentang Rasa Syukur
Para pembaca rahimakumullah, bersyukur kepada Allah Ta`ala atas nikmat yang diberikan kepada kita merupakan salah satu tanda kebaikan dan kebahagiaan.Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda yang artinya :“Sangat mengagumkan urusan seorang mukmin.Sesungguhnya seluruh urusannya dipenuhi dengan kebaikan.Tidaklah yang demikian itu ada pada seseorang melainkan hanya ada pada seorang mukmin.Apabila dia dikaruniai kenikmatan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan untuknya.Apabila dia ditimpa musibah, maka dia bersabar dan itu juga kebaikan untuknya”. (HR.Muslim no.2999 dari sahabat Shuhaib ar-Ruumy).
Rasa syukur kita kepada Allah merupakan sebab Dia Ta`ala meridhai kita, sebagaimana firman-Nya yang artinya : “…dan apabila kalian bersyukur, niscaya Dia meridhai kalian…” (Az Zumar : 7)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan penjelasan tentang hakikat syukur : “Syukur adalah munculnya pengaruh dari nikmat Allah terhadap lisan dalam bentuk pujian dan pengakuan, terhadap kalbu dalam bentuk persaksian dan cinta, terhadap seluruh anggota badan dalam bentuk tunduk dan taat (kepada Allah semata)”. (Madarijus Salikin 2 hal.244)
Lihatlah Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasallam selaku uswah hasanah (suri teladan) bagi seluruh umat manusia dan jin ! Beliau melakukan qiyamul lail(shalat malam) hingga kakinya bengkak dan pecah-pecah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Ta`ala. Sahabat al-Mughirah bin Syu`bah radhiyallahu `anhu menuturkan : “Sungguh dahulu Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasallam menegakkan shalat di malam hari hinga membengkak betis atau kakinya.Ketika ditanya tentang hal tersebut, beliau Shallallahu `alaihi Wasallam menjawab : “Apa aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur ?!” (HR. al-Bukhari no.1130 dan Muslim no.2819)
Dari penjelasan al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa cara bersyukur kepada Allah Ta`ala adalah dengan :
- Memuji Allah dengan lisan.
- Cinta dan mengakui bahwa kenikmatan tersebut datangnya hanya dari Allah.
- Mempergunakan kenikmatan untuk ketaatan.
Para pembaca rahimakumullah, Allah Ta’ala berfirman yang artinya : “…Jika kalian menghitung nikmat Allah, maka tidaklah kalian sanggup menghitungnya.Sesungguhnya manusia itu sangat zalim lagi sangat ingkar”. (Ibrahim : 34)
Dia Ta’ala juga berfirman (artinya) : “Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka tidaklah kalian sanggup menghitungnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An Nahl : 18)
Dua ayat di atas merupakan gambaran betapa banyaknya nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita.Sampai- sampai Allah Ta’ala menegaskan bahwa usaha manusia untuk menghitung nikmat Allah Ta’ala akan sia-sia, karena dipastikan mereka tidak akan mampu menghitungnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata : “Apabila kalian hanya ingin menghitung nikmat Allah Ta’ala tanpa mensyukurinya, maka kalian tidak akan mampu untuk menghitungnya, apalagi mensyukurinya.Sesungguhnya nikmat Allah yang zahir maupun yang batin kepada para hamba itu sepanjang nafas dan waktu, dengan berbagai macam bentuk nikmat yang diketahui maupun tidak diketahui oleh para hamba.Termasuk juga ketika Allah mencegah datangnya bala` kepada mereka, maka itu merupakan nikmat yang tak terhitung”. (Tafsir as-Sa’di tentang Surat An Nahl : 18)
Cara Menumbuhkan Rasa Syukur
Dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, beliau berkata : “Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasallam bersabda (artinya) : ”Lihatlah orang yang berada di bawah kalian (keadaannya) dan janganlah melihat orang yang berada di atas kalian.Yang demikian itu dapat membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian” .(HR.al-Bukhari dan Muslim)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata : “Alangkah indahnya wasiat dan untaian kata yang bermanfaat ini ! Hadits ini menunjukkan tentang dorongan untuk bersyukur kepada Allah dengan cara : Mengakui bahwa kenikmatan itu berasal dari-Nya, menceritakan kenikmatan tersebut, menggunakan kenikmatan yang telah diberikan untuk menaati Dzat pemberi nikmat, dan melakukan seluruh sebab yang dapat membantu dirinya untuk bersyukur.Sesungguhnya bersyukur kepada Allah merupakan ibadah yang agung, sumber seluruh kebaikan dan salah satu kewajiban bagi para hamba.Tidaklah ada kenikmatan yang sampai kepada para hamba, baik yang zahir maupun yang batin, yang khusus maupun yang umum, melainkan itu berasal dari Allah.Dia-lah Dzat yang mendatangkan kebaikan dan mencegah kejelekan.Maka, Dia berhak untuk para hamba mencurahkan rasa syukur kepada-Nya sesuai kekuatan yang ada pada mereka.Wajib bagi seorang hamba menempuh seluruh cara yang dapat membuat dan membantu dirinya untuk bersyukur.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah menunjukkan kepada kita sebuah obat yang mengagumkan dan cara yang jitu untuk bersyukur terhadap nikmat Allah, yaitu seseorang memperhatikan (pada setiap waktu) orang-orang yang berada di bawahnya, baik dari segi akal, nasab, harta dan berbagai kenikmatan yang lain.Ketika pandangan seperti ini senantiasa ada, maka akan mendorong dirinya untuk banyak bersyukur dan memuji Rabbnya.Dirinya senantiasa melihat ternyata masih banyak manusia yang berada di bawahnya pada kenikmatan yang telah Allah berikan.Banyak diantara manusia berandai-andai untuk mendekati apa yang diberikan kepada dirinya berupa kesehatan, harta, rezeki, paras dan perangai.Dia pun akan memuji Allah Ta’ala dan berkata :
الحَمدُ لِلّهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيَّ و فَضَّلَنِي عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّن خَلَقَ تَفْضِيلًا
“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kepadaku dan benar-benar telah mengutamakan diriku di atas makhluk-makhluk yang lain”
Menyaksikan banyak orang yang dicabut akalnya, dia akan memuji Rabbnya karena dia memiliki akal yang sempurna.Menyaksikan banyak orang yang tidak memiliki makanan pokok yang dapat disimpan, tidak memiliki rumah sebagai tempat tinggal, sedangkan ia merasakan kenyamanan di rumahnya dalam keadaan tercukupi rizkinya.Banyak orang yang diuji dengan beragam penyakit, sedangkan ia merasakan sehat.Banyak orang yang diuji dengan ujian yang lebih jelek dari itu berupa kesesatan dalam beragama, terjatuh dalam kotoran-kotoran kemaksiatan, sedangkan ia dijaga oleh Allah Ta’ala dari hal-hal tersebut.Dia merenungi orang-orang yang tertimpa gundah gulanah, kesedihan, was-was dan dada yang sempit, lalu ia melihat dirinya diberi oleh Allah keselamatan dari hal-hal tersebut dan dianugerahi oleh Allah berupa kalbu yang tentram.Bahkan bisa jadi seorang yang fakir mengungguli banyak orang kaya dengan kenikmatan ini (kenikmatan merasa cukup dan ketentraman kalbu).
Barangsiapa ditimpa salah satu dari musibah-musibah ini, maka dia akan mendapati banyak manusia ternyata lebih berat musibahnya.Maka, ia pun memuji Allah atas keselamatan atau ringannya musibah pada dirinya.Sesungguhnya tidaklah orang yang ditimpa musibah, melainkan akan dijumpai orang yang ditimpa musibah lebih besar.
Barangsiapa diberi taufik untuk mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam ini, maka rasa syukurnya akan kuat dan terus tumbuh.Senantiasa nikmat Allah akan silih berganti berdatangan kepada dirinya.
Namun barangsiapa yang terbalik keadaannya, pandangannya melihat ke atas, melihat orang yang melebihi dirinya dalam hal kesehatan, harta, rizki dan semisal itu, maka pasti dia akan meremehkan nikmat Allah kepada dirinya dan hilang rasa syukurnya.Kapan saja rasa syukur itu hilang, maka akan hilang pula nikmat-nikmat darinya.Musibah demi musibah akan menimpa dirinya.Dia akan diuji dengan rasa sedih yang terus menerus, sesak, tidak puas dengan nikmat yang ia rasakan dan tidak ridha kepada Allah sebagai Rabb yang mengatur segala urusan.Ini merupakan hal yang membahayakan bagi agama dan dunianya, merupakan kerugian yang nyata.
Ketahuilah ! Barangsiapa memperhatikan banyaknya nikmat Allah, mengamati anugerah Allah yang zahir maupun yang batin, tidak ada jalan menuju nikmat tersebut kecuali semata-mata keutamaan dan kebaikan dari Allah dan satu jenis saja nikmat Allah yang hamba tidak akan mampu menghitungnya (terlebih lagi seluruh jenis kenikmatan, terlebih lagi mensyukuri seluruhnya), maka hal tersebut akan mendorong kepada pengakuan yang sempurna terhadap nikmat Allah, banyak memuji Allah, merasa malu kepada Rabbul ‘alamin jika menggunakan sedikit saja dari kenikmatan-Nya untuk perkara yang tidak dicintai dan diridhai-Nya. Juga akan mendorong untuk memiliki rasa malu kepada Rabbnya, yang rasa malu merupakan salah satu cabang iman yang paling utama.Malu kepada Allah jika Dia melihat dirinya hadir dalam larangan atau dirinya tidak hadir dalam perintah.
Tatkala rasa syukur itu merupakan poros dan tanda kebaikan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengajari Mu’adz bin Jabal (dengan berkata kepadanya) : “Sesungguhnya aku mencintaimu.Janganlah engkau meninggalkan doa di akhir setiap shalat wajib :
اللّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, bantulah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu”
(Bahjatu Quluubi al-Abrar, hadits ke-19)
Memulai Rasa Syukur Dari Kenikmatan Yang Kecil atau Sedikit
Kenikmatan yang kecil atau sedikit janganlah sekali-kali diremehkan.Justru keberadaan kenikmatan yang kecil atau sedikit ini merupakan tahapan awal seseorang belajar menumbuhkan rasa syukur pada dirinya.Barangsiapa sanggup mensyukuri nikmat yang kecil atau sedikit, maka ia akan sanggup mensyukuri nikmat yang lebih besar atau banyak.Demikian pula, barangsiapa tidak sanggup mensyukuri nikmat yang kecil atau sedikit, maka ia tidak sanggup mensyukuri nikmat yang lebih besar atau banyak.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) :“Barangsiapa tidak mensyukuri kenikmatan yang sedikit, maka ia tidak mensyukuri kenikmatan yang banyak…”(Shahih at-Targhib, Maktabah Syamilah)
Kebanyakan Manusia Tidak Bersyukur Kepada Allah Ta’ala
Demikian ini telah disebutkan di dalam beberapa ayat Al Qur’an, diantaranya firman Allah Ta’ala yang artinya : “…dan sedikit diantara para hamba-Ku yang bersyukur”.(Saba’ : 13)
Iblis pun telah bertekad di hadapan Allah agar kebanyakan manusia tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala.Allah berfirman tentang tekad Iblis tersebut, yang artinya : “Kemudian sungguh aku (Iblis) benar-benar akan mendatangi mereka (anak cucu Adam) dari arah depan, belakang, kanan dan kiri mereka.Engkau (Allah) tidak mendapati kebanyakan mereka itu bersyukur (kepada-Mu)”.(Al A’raf : 17)
Tekad kuat Iblis ini pun akhirnya benar-benar terwujud, sebagaimana ayat ke-13 dari Surat Saba’ di atas dan juga ayat-ayat yang lain.
Keadaan seperti ini (yaitu, kebanyakan manusia tidak bersyukur kepada Allah dan adanya tekad Iblis di atas) semestinya menjadikan kita senantiasa waspada dan bersiap menghadapi godaan-godaan syaithan, selagi Allah masih memberikan kesempatan hidup kepada kita di muka bumi ini.
Wallahu A`laa Wa A`lam
http://daarulihsan.com/sekelumit-tentang-rasa-syukur/
0 komentar:
Posting Komentar