BANTAHAN ILMIYAH UNTUK ABDURRAHMAN AL MAR'I [Bagian Dua]

Posted On // Leave a Comment
SERI KEDUA dari:

BANTAHAN ILMIYAH UNTUK ABDURRAHMAN AL MAR'I [Bagian Dua]

👍BANTAHAN ILMIYAH TERHADAP KASET (Dan Debatlah Mereka Dengan Cara Yang Baik) DENGAN PEMATERI ABDURRAHMAN MAR’I

بسم الله، والحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه.

Amma ba’du:

👉Inilah seri kedua bantahan terhadap kaset (Dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik). Dalam rekaman tersebut, Abdurrahman menyebutkan kisahku bersamanya terkait dengan Muhammad al-Imam. Sebelumnya, aku memang berniat untuk menyebutkan kisah itu dalam bantahan-bantahanku. Namun, manakala Abdurrahman mengetahuinya, ia tergesa-gesa untuk menyampaikannya  sehingga menghapus beberapa perkara. Hal ini sebenarnya sudah aku khawatirkan, karena aku tahu benar kedustaan dan makarnya.


✅Ketika itu, mulailah Abdurrahman menguji manusia dengan tabdi’ (vonis bid’ah) asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri terhadap Muhammad al-Imam, terutama saudara-saudara kami al-ghuraba’ (warga negara asing). Ia pun memanggilku dalam sebuah pertemuan tertutup. Ia bertanya kepadaku,

🔹“Apa pendapatmu tentang tabdi’ asy-Syaikh Ubaid terhadap Muhammad al-Imam?”

🔸“Hal ini memang sudah lama aku pendam dalam hatiku,” jawabku.

🔹“Bagaimana mungkin, padahal engkau baru saja mengunjungi Muhammad al-Imam?” tanyanya lagi.

🔸“Karena aku tidak mau mendahului ulama,” jawabku.

❌Abdurrahman bin Mar’i pun terbungkam.

👎Lihatlah, bagaimana dia menghapus pertanyaannya yang pertama yang mengandung ujian (untuk mengetahui sikapku tentang tabdi’ asy-Syaikh Ubaid terhadap Muhammad al-Imam, pent).

👋Kemudian—akhi fillah—lihatlah bagaimana Allah menganugerahi pujian untukku justru melalui lisan Abdurrahman. Sebab, walaupun Yasin al-Adeny berpendapat tentang suatu hal, ia tidak mengucapkannya sebelum ada seorang ulama yang mendahuluinya. Memang aku pernah tinggal di Ma’bar, di sisi Muhammad al-Imam. Aku pun melihat hal-hal yang membuat hatiku bergetar dan menyebabkan aku tidak betah tinggal di sana. Walaupun demikian, setiap tahun aku tetap mengunjungi para masyayikh, termasuk di antaranya Muhammad al-Imam, karena aku belum mendengar seorang ulama pun yang mengkritiknya.

Dan begitulah—sebagaimanayang disebutkan oleh Abdurrahman—dahulu aku senantiasa memuji-muji para masyayikh Yaman, termasuk Muhammad al-Imam.

✋Jadi, apa yang disebutkan oleh Abdurrahman bin Mar’i sebenarnya adalah hujah yang mendukungku, bukan yang menghujatku. Sebab, aku tidak mendahului ulama. Inilah sikap salafush shalih kita bersama ulama kibar, terlebih dalam masalah yang samar dan hal yang detail.

📜Ilmu itu diambil dari ulama kibar, baik dalam hal ilmu, agama, maupun pengalamannya. Adapun mengambil ilmu dari selain mereka—yang belum memiliki kekokohan dalam hal ilmu—adalah sebab kehancuran.

~Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa (21/291) berkata, “Setiap pendapat yang dicetuskan sendirian oleh orang belakangan tanpa (ada yang pernah mendahuluinya dari) ulama mutaqaddimin, dan tidak ada seorang ulama mutaqaddimin pun yang berpendapat seperti itu, sungguh pendapatnya adalah salah.”

√Saat melihat halaqah bid’ah, Abu Musa al-Asy’ari mendatangi Ibnu Mas’ud untuk mengamalkan pendapatnya. Ibnu Mas’ud berkata kepadanya, “Apa yang engkau katakan pada mereka?”

“Aku tidak mengatakan apa pun karena menunggu pendapat atau keputusanmu,” jawab Abu Musa.

~Ibnu Abdil Bar dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (no.1433) meriwayatkan dari al-Imam Ahmad bin Hanbal, beliau berkata, “Ilmu hanyalah yang datang dari atas.”

~Al-Imam adz-Dzahabi dalam as-Siyar (11/296) berkata, “Al-Maimuni bercerita: Ahmad bin Hanbal pernah menasihatiku, ‘Wahai Abul Hasan, janganlah engkau berbicara tentang sebuah masalah tanpa engkau memiliki imam dalam pendapatmu itu.”

~Sufyan ats-Tsauri juga berkata, “Jika engkau mampu untuk tidak menggaruk kepala kecuali dengan bersandar kepada atsar salaf, lakukanlah.” (HR. al-Khathib dalam Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’, 1/142)

^^Oleh karena itu, wahai Abdurrahman, apakah engkau telah mempelajari adab yang agung ini, ataukah engkau tetap seorang Mughaffal (lalai) yang Dha-i’ (sia-sia)?

🔸Engkau sendiri yang berbicara dalam salah satu kasetmu agar, “Engkau boleh meyakini sesukamu selama hal itu bersumber dari sebagian ulama.”

✊Sungguh, aku kasihan kepadamu. Engkau telah goncang dan tidak tahu apa yang engkau bicarakan. Pujian untuk kami justru muncul dari lisanmu, walaupun engkau mengira hal tersebut adalah celaan.

☝Aku yakin, engkau tidak mengeluarkan rekaman tersebut kecuali setelah adanya desakan dari sebagian orang, dan setelah engkau menyaksikan orang-orang menjauh dari sekelilingmu serta mengerti al-haq.

▶Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran sebagai kebenaran dan anugerahilah kami sikap mengikutinya. Dan tampakkanlah kepada kami kebatilan sebagai kebatilan, dan anugerahilah kami sikap menjauhinya.

📝Ditulis oleh Abul Abbas Yasin bin Ali al-Adeny
Yaman-Aden
Sabtu, 11 Rabi’uts Tsani 1436 H

✏📜Alih Bahasa: Ustadz Yahya Windani hafizhahullah

💻Sumber: http://forumsalafy.net/?p=9681
____________________________
📲Turut memublikasikan ⇲
۞ مجموعة الاستقامة ۞

0 komentar:

Posting Komentar