Lanjutan Pembahasan Masalah Khulu

Posted On // Leave a Comment
🌹Lanjutan Pembahasan  Masalah Khulu'🌹


🔵Pembahasan Kesepuluh: Tentang besar kecil tebusan yang diterima suami

Wajib khulu’ dengan tebusan, namun para ulama berselisih pendapat tentang mengambil lebih banyak dari mahar yang pernah diberikan suami, adapun jumhur (mayoritas) ulama serta imam madzhab yang empat berpendapat boleh bagi suami mengambil tebusan lebih besar dari mahar yang telah dia berikan kepada istrinya. Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Abdullah Bin Abdurrahman Al-Bassam Rahimahullah wajib khulu’ dengan tebusan, berdasarkan firman Allah Ta’ala


فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ به

” Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang di berikan oleh isterinya untuk menebus dirinya”. (Qs. Al Baqarah : 229 )

Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda ”Terimalah kebunnya dan thalaklah (cerailah)“

Dan beliau (Syaikh Abdullah Al Bassam) juga berkata : ”Boleh tebusan untuk khulu lebih banyak dari mahar berdasarkan firman Allah Ta’ala

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ به

” Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang di berikan oleh isterinya oleh istri untuk menebus dirinya”. (Qs. Al Baqqarah : 229)

Akan tetapi para ulama memakruhkan mengambil lebih banyak dari mahar berdasarkan sabda Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam

” Apakah kamu bisa mengembalikan kebun kepadanya “.

Dan berdasarkan firman Allah Ta’ala

وَلا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

” Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu “ (Qs. Al Baqaroh : 237).

Dan di bolehkannya khulu’ dengan tebusan yang di sepakati oleh keduanya ini pendapat kebanyakan ulama (Taudihul Ahkaam Min Buluugil Maraam jilid 5 halaman 472).

🔵Pembahasan Kesebelas:  Tentang istri yang pisah dengan khulu baginya untuk Istibra’ (memastikan bersihnya rahim dari janin)

Dalam sebuah hadits ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz rahiyallahu ‘anha, ia berkata : “aku khulu’ dari suamiku, lalu aku mendatngi Utsman lantas bertanya akan kewajiban ‘iddah atasmu, kecuali jika kamu baru saja berpisah dengannya, maka hendaklah kamu menanti hingga haidh satu kali.’

Utsman berkata, ‘Dalam hal ini, saya mengikuti hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Maryam al-Maghaliyah, yang sebelumnya sebagai istri Tsabit bin Qais bis Syammas lalu khulu’ darinya” (HR. an-Nasa’i dan Ibnu Majah, dihasankan oleh syaikh al-Albani dan al-Wadi’i)

Berkata asy-Syaikh Al-Alaamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah : ”Iddahnya satu kali haid untuk istibra’ yaitu mengosongkan rahimnya, dikarenakan wanita yang hamil tidak haid apabila haid di ketahui bahwa rahimnya kosong dari janin dan oleh karena itu dibolehkan untuknya menikah. (Fathu Dzil Dzalalil Wal Ikraam Bi Syarhi Bulughil Maraam 4/653).

🔵Pembahasan keduabelas: Tentang apakah seorang suami bisa rujuk (kembali) kepada istrinya setelah pisah dengan khulu’

Ketika seorang suami telah menjatuhkan khulu’ atas istrinya dengan tebusan yang disepakati dan tebusannya telah dibayarkan, terjadilah perpisahan antara keduanya dan putuslah hubungan keduanya yang diistilahkan bainunah shugra’ (perpisahan kecil) yang dia (suami) tidak mempunyai hak rujuk.

Berkata asy-Syaikh Al ‘Alaamah Muhammad Al Utsaimin rahimahullah: ”Wanita yang telah pisah karena khulu’ tidak ada rujuk dan tidak mungkin bagi suaminya untuk rujuk’ kepadanya kecuali dengan pernikahan yang baru” (Fathu Dzil Dzalalil Wal Ikraam Bi Syarhi Bulughil Maraam 4/653).
Wallahu a'lam bish shawwab.
Abdullah al-Jakarty

-- Selesai --

🔹WA PSSI (Perkumpulan Suami Sayang Istri)

0 komentar:

Posting Komentar