Apa perbedaan sururi dan wahdah islamiyah
Tanya:Afwan ustadz, ana mau tanya, apa beda sururi dan wahdah islamiyah? Dan apa definisi sururi? Dan apa definisi wahdah islamiyah?
Jawab:
Oleh Ustadz Askari hafizhahulloh
بين هما العامة والخاصة مطلق
Kalau dalam istilah al ushul, antara keduanya, umumum wa khususun mutlaq. Wahdah islamiyah bagian dari sururiah. Tapi tidak mesti sururiah itu wahdah islamiyah. Karena wahdah islamiyah ini kecil, ruang lingkupnya kecil. Hanya ada di daerah tertentu saja, adanya di Indonesia. Mungkin ada di luar, cabang-cabang kecil. Asalnya dari Sulawesi, Makassar, dulu namanya fathul mu'in. Inti dari gerakannya adalah gerakannya adalah gerakan Al Ikhwanul Muslimun. Al Ikhwanul Muslimun, ini wahdah islamiyah. Karena semakin besar, semakin banyak pengikutnya, maka berubah menjadi ormas, kemudian disebut Al Wahdatul Islamiyah, tapi inti gerakannya Al Ikhwanul Muslimun.
Hanya belakangan ini kemudian, karena semakin masyhurnya dakwah ahlus sunnah, setiap dakwah ingin menamakan dirinya ahlus sunnah, semakin masyhurnya dakwah salafiyah, setiap dakwah juga ingin menyebut dirinya salaf. Nah itu yang menjadi masalah. Semuanya mengaku dirinya salaf.
كُلٌّ يَدَّعِي وَصَلاً بِلَيْلَى … وَلَيْلَى لَا تُقِرُّ لَهُمْ بِذَاكَا
Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila…
Namun Laila menolak pengakuan mereka itu…
Awal kali mengenal ini, yang dulu namanya fathul mu'in ketika diputarnya film Bosnia, di masjidnya di Wahdatul Ummah. Didatangkan seorang da'i haraki, ikhwani tulen ketika itu. Sambil mengumpulkan dana, akhirnya terus mulai kenal, ternyata ada halaqah-halaqah, mereka sebut tarbiyah-tarbiyah. Tarbiyah ini punya tingkatan-tingkatan, seperti halnya Hasan Al Banna membuat tingkatan-tingkatan tarbiyah. Ada tingkatan ta'rif, ini masalah pengenalan, tingkatan pengenalan. Diatasnya lagi takwin, kalau sudah dilihat loyalnya, takwin pembentukan. Diatasnya lagi tanfidz, pelaksanaan. Bagaimana caranya mendirikan daulah ini islamiyah.
Yang dikenal adalah tokoh-tokoh, karena ketika itu, perang di Afghanistan masih berkecamuk, yang disanjung-sanjung ya tokoh-tokoh dari Afganistan, dari Mesir, Ikhwanul Muslimun. Yang dikenal ulama itu Hasan Al Banna, kemudian Sayyid Quthub, kemudian Sa'id Hawwa. Bahkan diajarkan di masjid al wahdah tersebut, itu berseri pelajaran kitab Jundullah. Pelajaran Jundullah, yang ditulis oleh Sa'id Hawwa. Terus ketika itu, yang mengajar ustadz Mansyur Salim, orang yang pernah di wahdah, kenal.
Jadi ma'asyaral ikhwah rahimakumullah, itulah ulama Burhanuddin Rabbani, Hikmat Yar, Abdullah Abdullah ini yang dikenal di kalangan mereka. Jamilurrahman, seorang tokoh salafy dari Afghanistan di Kunar yang menegakkan syari'at islam di Kunar, tidak pernah disebut namanya, tidak dikenal sama sekali. Tapi yang dikenal tokoh-tokoh dari kalangan Syi'ah. Hikmat Yar, ini seorang berpemikiran Syi'ah dari kalangan Syi'ah dan Ikhwanul Muslimin. Nasyid-nasyid, oh itu salah satu syi'ar, dan masih banyak dari mereka yang terus senang dengan nasyid-nasyid perjuangan istilahnya. Bahkan kita mengenal nasyid Darul Arqam itu ya dari situ. Yang ngerti bahasa Arab ya dengar nasyid-nasyid bahasa Arab, Ghuroba.
Masih ada bekasnya, nasyid Sayyid Quthub itu sambil keliling. Di masjid itu sambil keliling, saking semangatnya. Mendendangkan nasyidnya Sayyid Quthub itu ketika masih dalam penjara. Jadi kalau dikatakan ini salafiyah ini, tidak dikenal sama sekali. Kalau dikatakan "Oh itu kan dulu". Mana pernyataan rujuknya? Kalau memang mereka berlepas dari Al Ikhwanul Muslimin, tolong jelaskan kepada ummat. Yang mereka kenal, kalian itu mendakwahkan Ikhwanul Muslimun, meskipun belakangan ini mulai juga mengajarkan Kitabut Tauhid, Al Ushul Tsalatsah, pengkaburan. Namun inti dari dakwah mereka harokah, harokiyah.
Hanya orang-orang belakangan yang tidak mengenal bagaimana gerakan mereka. Mereka hanya mengenal secara dhahir. Yang diajarkan sama, ngajar Bulughul Maram, antum juga ngaji Bulughul Maram, sama. Kitabut Tauhid, antum juga ngaji Kitabut Tauhid, sama. Memang, seperti itu ma'asyiral ikhwah rahimakumullah. Bahkan Al Khawarij pun mengajarkan Kitabut Tauhid, tapi kan beda syarahnya. Orang mengarahkan kita itu tergantung syarahnya, bisa diarahkan kemana. Mau jadi khawarij bisa. Kalau mau jadi khawarij, kalau mau jadi khawarij. Mau jadi sururiyah juga bisa, tergantung syarahnya. Jadi ma'asyaral ikhwah rahimakumullah, ini musibah. Pengkaburan mengatas namakan dakwah salafiyah, dakwah salafiyah berlepas diri.
Lihat bagaimana Salman Al Audah, Safar Al Hawali, yang mereka ajarkan itu kitab-kitab ahlussunnah, akan tetapi pemikirannya jelas sangat jauh dari ahlussunnah. Para ulama telah menghukumi mereka khawarij takfiriyah. Ketika mereka mulai menuduh Asy Syaikh Al Albany rahimahullahu ta'ala, dituduh Syaikh Al Albany murji', berpemahaman murji'ah. Maka Syaikh Al Albany menerangkan ini salah satu tanda khawarij. Kalau saya dahulu mengatakan bahwa Jama'atu Tabligh itu Sufiyatul Ashr, maka saya mengatakan mereka ini adalah Khawarijul Ashr, kaum khawarij pada masa kini, yakni mereka mengatas namakan dakwah salafiyah. Yang arahnya adalah kebiasaan mereka takfirul hukam, mengkafirkan penguasa.
Ini sudah menjadi syi'ar mereka dimana-mana. Kalau antum mau menjadi khawarij, sana ngaji di masjid Al Ikhwan Balikpapan Baru, disana ada pembahasan membongkar syubhat neo khawarij neo murji'ah. Kalau mau menjadi khawarij ngaji disana. Jadi ma'asyaral ikhwah rahimakumullah, hal-hal yang seperti ini, banyak tidak diketahui oleh kaum muslimin. Diantara ciri-ciri as sururiyah, kebiasaan mereka berbicara tentang hukam (penguasa), jadi arahnya khawarij. Yang sesungguhnya pemikiran ini dari Sayyid Quthub, Sayyid Quthub pemikirannya takfiri, mengkafirkan kaum muslimin, mengkafirkan ummat.
Dan itu diakui oleh pengikut mereka sendiri, Yusuf Al Qaradawi yang mengakui bahwa Sayyid Quthub berpemikiran takfiri, mengkafirkan kaum muslimin. Dari tokoh mereka, sebelum ahlussunnah berbicara. Diantara pemikiran mereka, senang membicarakan para ulama, menuding para ulama tidak mengetahui fiqhul waqi'. Kalau dibilang, masya Allah disana banyak ulama Muhammad Al Amin Asy Syinqithi, dari ulama, si fulan, si fulan itu ulama, tapi cetakan ilmunya cetakan lama, belum diperbarui. Cetakan ilmunya tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Karena pembahasannya قال الله تعالى, قال رسول, karena mereka hanya bisa mengatakan berfirman Allah, bersabda rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Jadi tidak bisa mengkondisikan dakwah itu sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini. Sekarang bukan saatnya seorang mengkaji kitab-kitab yang didalamnya hanya ada nash-nash, katanya Muhammad Surur Zainal Abidin, bukan saatnya. Lha terus kita belajar apa? Kalau kita tidak mempelajari Al Kitab wa Sunnah diatas pemahaman salaful ummah, mau belajar apa? Katanya Sayyid Quthub ya belajar, kita perlu perluas wawasan. Kita tidak membutuhkan ulama katanya, sekarang yang kita butuhkan mufakir islam, pemikir islam. Jadi ahli pikiran, mikir bagaimana cara mencari solusi ummat ini. Jadi yang dibutuhkan itu mufakir islam, bukan ulama, sekarang ini.
Oleh karena itu mufakir islam harus mengerti wawasan, cara mengerti wawasan bagaimana? Ya belajar, belajar bahasa inggris, belajar bahasa perancis, belajar bahasa supaya bisa membaca koran-koran, majalah-majalah. Kapan membaca kitabnya? Dan ini disebutkan oleh Sayyid Quthub, dan dialah orang pertama yang menuding para ulama tidak mengenal fiqhul waqi'. Lalu kemudian diikuti oleh orang-orang setelahnya, Allahul musta'an.
Download Audio disini
http://www.thalabilmusyari.web.id/2013/10/apa-perbedaan-sururi-dan-wahdah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar