Selasa, 19 Mei 2015

Tentang perkataan “seandainya”

Tentang perkataan “seandainya” (Penjelasan Syaikh Al 'Utsaimin)

Jika yang dimaksudkan untuk mengabarkan, kalau kabar yang diberitakan itu benar sesuai dengan kenyataan, maka tidak mengapa. Tetapi, bila maksud perkataan ini bersandar kepada apa yang menjadi penyebab, maka dalam hal ini ada tiga keadaan :

1. Bila sebabnya samar yang tidak punya pengaruh apa-apa, seperti mengatakan “bila bukan karena Wali Fulan, maka tidak akan terjadi begini”. Perkataan seperti ini adalah syirik akbar (syirik besar), karena dengan ucapannya ini, dia meyakini bahwa wali Fulan memiliki kemampuan untuk berbuat di alam ini, padahal ia sudah mati, itulah yang diyakini dengan kemampuan secara samar dan tersembunyi.

2. Disandarkan kepada sebab yang benar, ditetapkan berdasarkan syar’i atau inderawi / empiris. Demikian ini hukumnya boleh, dengan syarat tidak meyakini bahwa sebab itulah yang berpengaruh langsung dengan sendirinya, dan tidak melupakan penyebab utamanya, yaitu Allah.

Dalilnya adalah ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang pamannya (Abu Thalib), beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Seandainya bukan karena aku, maka dia (Abu Thalib) pasti berada di kerak neraka”.

Tidak diragukan, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling jauh dari kesyirikan, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling bersih tauhidnya kepada Allah Azza wa Jalla, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyandarkan sesuatu kepada sebab, tetapi ini sesuai dengan syari’at secara hakiki, karena beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam diizinkan memberi syafa’at kepada pamannya untuk diringankan siksanya, di neraka nanti Abu Thalib berada di bagian bawah neraka, dia diberi dua sandal yang membuat otaknya mendidh, dia tidak melihat ada seorang pun yang siksanya lebih berat darinya, karena jika seandainya dia melihat ada seseorang yang lebih berat siksanya darinya atau ada yang semisalnya maka akan dirasa ringan olehnya karena merasa terhibur.

D sini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mnyandarkan kata "seandainya" dengan suatu sebab yang benar.

3. Disandarkan kepada sebab yang nyata, akan tetapi tidak jelas keterkaitan sebabnya, baik secara syar’i ataupun secara empiris  . Ini termasuk syirik kecil.

Contohnya, jimat, kalung yang dianggap bisa mencegah pengaruh mata jahat (a’in) dan yang sejenisnya. (ini termasuk syirik kecil) Karena dia menetapkan sesuatu sebagai sebab apa-apa yang tidak dijadikan oleh Allah sebagai sebab, maka jadilah dia berserikat dengan Allah dalam menetapkan sebab.

[Lihat lebih lanjut dalam Al Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid (2/203-205) Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar