Rabu, 06 Mei 2015

KASIH SAYANGMU IBU (Bagian 4)

KASIH SAYANGMU IBU (Bagian 4)

= Usia Senja Ibunda =



وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا



“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

(Al Isra: 23)


———–



Sekian windu telah berlalu. Pribadi nan mulia itu kini sudah berubah jauh. Uban kian memutih, kulit kian mengkerut. Perasaan emosionalnya juga semakin sensitif, lebih mudah tersinggung. Hal itu tampak jelas dari tingkah dan perilaku bunda. Allah تعالى telah mengurangi akal ibu.



وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ



“Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya)[1]. Maka apakah mereka tidak memikirkan?” (Yasin: 68)



Sejak wafatnya Sang ayah, hampir seluruh warisan sudah dibagi kepada anak-anaknya. Kini ibu diberi pilihan untuk tinggal di rumah salah satu dari putra-putrinya. Dan sudah menjadi kebiasaan umumnya seorang ibu, ketika sudah lanjut usia beliau lebih memilih untuk tinggal bersama anak perempuannya. Entah apa sebabnya. Yang jelas, ini adalah kebiasaan yang lumrah.



Maka bersiap-siaplah untuk menghadapi ujian ini. Semakin lama, tingkah ibu makin kekanak-kanakan. Terkadang terjadi persoalan di rumah yang sebenarnya masih terhitung wajar. Namun ternyata hal itu membuat hati ibu tersinggung, merajuk dan akhirnya memutuskan untuk memilih tinggal di rumah putra sulungnya. Meskipun putrinya sudah mencoba menjelaskan duduk permasalahan itu kepada Sang kakak , namun ibu tetap tidak terima.



Belum genap satu pekan tinggal di rumah anak sulungnya, ibunda kangen ingin kembali ke rumah Si putri. Dan tak jarang anak-anaknya saling menyalahkan satu sama lain gara-gara ulah ibu.



Ada kalanya seharian bunda mogok makan. Lantaran permintaannya ada yang belum dipenuhi. Bukan anaknya tidak ingin mengabulkan permintaannya, tapi karena memang belum bisa diwujudkan.



Satu-dua tahun tinggal bersama ibu, keadaan di rumah mungkin masih biasa-biasa saja. Namun seiring waktu dengan banyaknya tingkah ibu, anak-anakpun mulai mengeluh. Iya. Begitulah masa tua ibu. Seringkali membuat gemas anak-anaknya.



Tapi ingatlah bahwa bunda sudah tidak seperti dahulu. Sekiranya akal ibu masih jernih tentu tidak mungkin beliau tega menyusahkan anak-anaknya. Bahkan justru dia akan selalu membantu urusan-urusan mereka. Sebagaimana dahulu beliau senantiasa merawat anak-anaknya. Maka bersabarlah dengan masa tua ibu.



———————–

Ikhwati fillah,

Pernahkah kamu merasakan bagaimana cintanya seorang ibu dengan balitanya? Coba lihatlah, betapa bunda sayang dan perhatian dengan Si kecil belahan jiwa. Di kala hujan, Sang bunda meraih ujung jilbabnya lalu ia tutupkan ke atas kepala bayinya.



Dan pernahkah kamu menyaksikan betapa tulus cinta Sang bunda. Atau mungkin anda sendiri pernah mengalaminya. Di saat beliau mendulang Si kecil. Lesu balita lamban mengunyah. Namun Si bunda terus menghibur sambil menunggu mulut Si kecil kembali mengangah.



Mungkin saja ada yang berkata, “Ah. Wajarlah kalau seorang ibu mengurus balitanya. Namanya balita ya memang belum ‘aqil’. Toh sudah kewajibannya sebagai orangtua.”



Itu benar. Tapi tunggu! Sekarang Allah balik keadaannya. Gantian ibunya yang sudah tak berakal, juga tak bisa berbuat apa-apa. Sementara anaknya telah dewasa. Bukankah giliran mereka mengurus ibunda?



Lalu mengapa mereka lupa dengan jasa Si bunda?

Mengapa mereka tega melihat bunda menangis?

Mengapa mereka mudah mengeluh?

Mengapa……??

Tidakkah mereka mendengar petuah Nabi yang mulia:



“رَغِمَ أَنْفُهُ، رَغِمَ أَنْفُهُ، رَغِمَ أَنْفُهُ”. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! مَنْ؟ قَالَ: “مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عنده الْكِبْرِ ، أَوْ أَحَدَهُمَا، فَدَخَلَ النَّارَ”.



“Sungguh celaka. Sungguh celaka. Sungguh celaka.” Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa yang celaka?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mendapati kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, atau salah satu dari keduanya, lalu dia masuk neraka.” [Shahih Al Adabil Mufrod]



Ikhwanna,

Selama sekian waktu hidup bersama ibu, mungkin ada ucap lisanmu yang menyinggung hatinya. Atau perbuatanmu yang menyakitkan perasaan bunda. Maka mintalah ridha dari beliau, sebelum Allah memisahkan antara bunda dan anaknya.

———



Ibunda,

Kami ungkapkan setulus hati….

Sungguh Bunda adalah pribadi yang amat kami cintai….

Namun kealpaan dari kami kerap kali terjadi….



Ibunda,

Senyum ceriamu itulah yang kami nanti….

Halus tawamu bagi kami sungguh berarti….

Namun semua itu jarang terjadi….

Hingga membuat gelisah hati-hati kami….



Ibunda,

Setiap waktu  kami menjadi pelayan Bunda….

Kami selalu mencoba untuk berlapang dada….

Namun, adakalanya kami lalai saat menjaga….

Sampai membuat perasaan Bunda risih dan resah….



Bunda,

Kalaulah keringat kami kering terkuras…..

Belum tentu jua jasamu mampu dibalas….

Walaupun hanya sekadar impas….[2]



Maafkan kami ya Bunda….

Kami sadar sedari dulu, bahwa ridha Allah ada pada ridha orangtua….

Dan murka Allah ada pada murka keduanya….[3]

Maka ridhai kami jangan kau benci….

Sehingga turun pula murka  ilahi….



Bunda,

Tentu kami teramat malu kepada Allah yang Maha Tahu, tatakala kelak jasad bunda telah terbujur kaku di ruang tamu. Yang membuat gemetar tulang dagu. Seakan-akan diri ini terkekang hutang yang tidak mungkin bisa ditebus dengan harta, tidak pula dengan air mata.



Penyesalan itupun tambah terasa menghimpit dada, ketika orang-orang telah mengusung keranda ibunda. Tiada kata yang bisa disusulkan buat Ibunda, selain do’a kepada Rabbil Izzah.

———–



Mudah-mudahan uraian di atas bisa menjadi lecutan bagi penulis, keluarga dan para pembaca.

وبارك الله فيكم





====================

Catatan kaki:

[1] Yakni Allah kembalikan dia menjadi lemah fisik dan lemah akal seperti awal penciptaannya. (Tafsir as Sa’diy)

[2] Kecuali apabila seseorang mendapatkan orangtuanya dalam keadaan menjadi budak, lalu dia beli dan dia bebaskan. [Shahih  Al Adabul Mufrod]

[3] Shahih Al Adabul Mufrod dari Ibnu Umar

====================





Solo, Selasa 16 Rajab 1436

05 Mei 2015



Hamba yang fakir,

Abu Dawud al Pasimiy

https://abudawudalpasimiy.wordpress.com/2015/05/05/kasih-sayangmu-ibu-bagian-4/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar