Rabu, 06 Mei 2015

JENIS KEBID’AHAN LEBIH BESAR DOSANYA DIBANDINGKAN DOSA BESAR

••JENIS KEBID’AHAN LEBIH BESAR DOSANYA DIBANDINGKAN DOSA BESAR

==========*****

PERTANYAAN:

Bismillah…Ust mau tanya..?
Manakah yang lebih berat hukumannya atau pelanggarannya…?
Seseorang yang melakukan kebid’ahan (mereka mengambil biji-bijian di dalam bertasbih, bertahmid, bertakbir) ataukah melakukan dosa-dosa besar (berzina, minum khomr, berjudi)..? Baarokallaahu fiikum

===***===***===***===

JAWABAN:


Sebelum menjawab inti pertanyaan, kita harus memahami terlebih dahulu penjelasan-penjelasan para Ulama tentang kaidah “perbandingan jenis”. Kita harus memahami ucapan-ucapan para Ulama bahwa “perbandingan jenis” tidak sama dengan “perbandingan individual”. Suatu jenis A bisa saja lebih utama dibandingkan jenis B, tapi setiap individual pada A belum tentu lebih utama dari setiap individual pada B.

Mari diperjelas dengan contoh:
Secara jenis, manusia laki-laki lebih utama dibandingkan manusia wanita. Ini banyak disebutkan dalam al-Quran maupun hadits, seperti: “Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita (Q.S anNisaa’ ayat 34), “dan bagi laki-laki memiliki derajat yang lebih tinggi dari kaum wanita” (Q.S al-Baqoroh ayat 228).
Secara jenis, laki-laki lebih utama dibandingkan wanita. Itu perbandingan secara umum.

Namun, secara individual, bisa saja ada seorang wanita yang lebih utama dibandingkan seorang laki-laki. Seorang wanita itu berilmu Dien shahih (hafal al-Quran dan banyak hadits Nabi), taat beribadah tidak pernah terlewat sholat wajib kecuali saat berhalangan, bahkan rajin sholat sunnah, dibandingkan seorang laki-laki yang baca al-Quran saja tidak bisa, sholat wajib hanya dilakukan saat sempat… itupun kalau ingat, dan waktunyapun hampir telat ! Jelas seorang wanita itu lebih utama dibandingkan laki-laki tersebut.

Contoh lain, perbandingan antara ilmu dengan amal perbuatan.
Secara jenis, ilmu (Dien) lebih utama dibandingkan amal.  Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
فَضْلُ الْعِلْمِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ

Keutamaan ilmu lebih aku cintai dibandingkan keutamaan ibadah (amal)(H.R al-Hakim dalam shahihnya, dinyatakan bahwa hadits tersebut shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy, dishahihkan al-Albaniy)

Ini adalah kaidah secara umum berdasarkan hadits Nabi, bahwa secara jenis, ilmu lebih utama dari amal.

Lalu, apakah setiap individual ilmu lebih utama dari individual ibadah (amal)? Tidak selalu. Karena ilmu itu bertingkat-tingkat dan amal juga bertingkat-tingkat. Jangan bandingkan tingkatan tertinggi pada amal dengan tingkatan tertentu pada ilmu yang sifatnya tidak wajib. Sebagai contoh: amal ibadah sholat wajib jelas lebih utama dibandingkan mempelajari ilmu fiqh tentang shodaqoh sunnah atau ilmu tentang adab mengucapkan salam. Secara individual pada contoh itu, amal lebih utama dibandingkan ilmu.

Sekarang kita kembali pada topik pertanyaan tentang perbandingan antara kebid’ahan dengan kemaksiatan.

Secara jenis, kebid’ahan itu lebih besar pelanggarannya, keburukannya, mudharatnya dibandingkan dengan kemaksiatan. Kaidah ini didukung oleh sekian banyak dalil.

Salah satu dalilnya adalah perbandingan antara peminum khamr dengan pelaku bid’ah khowarij. Kepada orang yang suka minum khamr, ketika ada yang melaknatnya, Nabi justru menyatakan: Jangan engkau laknat dia, karena dia mencintai Allah dan Rasul-Nya (H.R al-Baihaqy, Abu Ya’la, dan lainnya). Sedangkan kepada pelaku kebid’ahan Khawarij, Nabi menyatakan mereka sebagai: anjing-anjing neraka (H.R Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya), dalam riwayat lain Nabi menyatakan tentang Khawarij: Mereka adalah seburuk-buruk bangkai terbunuh di bawah kolong langit (H.R atTirmidzi, Ahmad, dan lainnya).

Itu adalah salah satu dalil dari sekian banyak dalil yang menunjukkan bahwa jenis kebid’ahan lebih besar keburukannya dibandingkan jenis kemaksiatan.

Para Ulama Ahlussunnah juga menyebutkan kaidah itu secara tegas maupun secara isyarat.

Al-Imam asy-Syafii rahimahullah juga berpendapat bahwa jenis kebid’ahan (al-hawaa) lebih dahsyat dosa atau akibat buruknya dibandingkan kemaksiatan. Beliau menyatakan:
لَأَنْ يَلْقَى الله الْعَبْد بِكُلِّ ذَنْبٍ مَا خَلاَ الشِّرْك خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَلْقَاهُ بِشَيْءٍ مِنَ الْهَوَى

Kalau seandainya seorang hamba menghadap Allah dengan seluruh dosa selain syirik, itu lebih baik baginya dibandingkan dia menghadap Allah dengan sesuatu dari al-hawa (kebid’ahan)(riwayat al-Baihaqiy dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliyaa’)

Kebid’ahan itu bertingkat-tingkat, ada kebid’ahan i’tiqodi (terkait keyakinan) ada yang amaliy (berupa amalan). Ada yang mukaffiroh (menyebabkan kafir), dan ada yang mufassiqoh (belum sampai taraf kafir). Demikian juga kemaksiatan atau dosa besar bertingkat-tingkat.
Jangan membandingkan individual pada kebid’ahan dengan individual pada kemaksiatan tanpa dalil atau tidak pernah dibahas para Ulama Salaf. Karena kebanyakan orang yang meremehkan masalah bid’ah akan membandingkan individual yang kecil pada kebid’ahan ini dengan individual yang besar pada dosa besar. Tujuannya apa? Untuk mementahkan kaidah yang sudah didukung oleh banyak dalil dalam al-Quran dan hadits bahwa jenis kebid’ahan lebih besar pelanggarannya dibandingkan jenis dosa besar.

Wallaahu A'lam.

WA billaahit taufiq…

(Abu Utsman Kharisman)

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

📲【••WALIS ⊙ WA Al-Istifadah••】
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧

💻 http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar